Rabu, 10 Mei 2017

hadis tentang Imarah pemimpin




TUGAS MAKALAH

HADIS HUKUM KELUARGA
“IMARAH”


O
L
E
H
KELOMPOK 7

                                    ZAHRATUL AENI               : 1502121378
                                    ENDANG SAKINA WATI  : 1502121396




JURUSAN AKHWAL AL SYAKSHIYAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2016-2017
 


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN IMARAH
            Imarah yang berarti keamiran yaitu pemerintahan, pengertian ini tidak jauh berbeda dengan Imamah, hanya saja perbedaannya ditinjau dari segi penggunaannya. Imarah merupakan sebutan untuk jabatan amir dalam suatu Negara kecil yang berdaulat untuk melaksanakan pemerintahannya oleh seorang amir.
Penggunaan kata imarah ini pertama kalinya diberikan kepada khalifah ke-2 yaitu Umar bin Khattab yang bergelar amirul mukminin. Umar tidak mau menyebut dirinuya sebagai khalifah. Umar mnyuruh agar mneyapa dia dengan sebutan amir al-mu’minin yang kemudian menjadi gelar standar dan umum digunakan untuk menyebut khalifah-khalifah sesudahnya. Gelar amir berasal dari kata amara yang berarti memerintah. Dalam bahasa Arab amir berarti seseorang yang memerintah, seorang komandan militer, seorang gubernur provinsi, atau putra mahkota.
Pada masa Dinasti Umayyah gelar amir hanya digunakan untuk penguasa daerah propinsi yang juga disebut wali (hakim, penguasa, pemerintah). Tugasnya pun mulai dibedakan dan didampingi oleh pejabat yang diangkat. Pada masa Dinasti Abbasiyah, penguasa daerah atau gubernur juga disebut amir. Umumnya tugas amir pada periode ini mengelola pajak, mengelola administrasi urusan sipil, dan keuangan.
Pergantian kekuasaan dari Bani Umayyah ke tangan dinasti Abbasiyah memunculkan satu fenomena baru yang belum pernah dikenal dalam tradisi Islam sebelumnya. Fenomena tersebut terkait pergeseran konsepsi mengenai makna Khalifah. Pada masa Umayyah para penguasa hanya menganggap jabatan khalifah adalah jabatan politis semata, tanpa pretensi bahwa mereka memiliki otoritas keagamaan sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Hal ini dinyatakan dengan pemberian gelar kepada penguasa sebagai Khalifah Rasulullah atau Amirul Mu’minin. Ketika kekuasaan ada pada tangan Bani Abbasiyah konsepsi seputar khalifah bergeser menjadi wakil Tuhan di muka bumi yang mengurusi masalah-masalah umat Islam secara keseluruhan. Kekuasaan Khalifah dengan konsepsi yang baru ini menjadi tidak terbatas, karena mereka merasa mendapatkan mandat dari Tuhan untuk berkuasa penuh atas kaum Muslim
Pada awal pemerintahan Islam, masa Rasul SAW, al Khulafur Rasyidin, penguasa daerah disebut amir (pekerja, pemerintah, gubernur). selama pemerintahan Islam di Madinah, para komandan militer, komandan divisi militer disebut amir, yaitu amir al-jaisy atau amir al-jund.
Pada masa Dinasti Umayyah gelar amir hanya digunakan untuk penguasa daerah propinsi yang juga disebut wali (hakim, penguasa, pemerintah). Tugasnya pun mulai dibedakan dan didampingi oleh pejabat yang diangkat. Pada masa Dinasti Abbasiyah, penguasa daerah atau gubernur juga disebut amir. Umumnya tugas amir pada periode ini mengelola pajak, mengelola administrasi urusan sipil, dan keuangan.[1].

B.     LARANGAN DALAM MEMINTA JABATAN
1.      Hadis Mengenai Larangan Bagi Seseorang Dalam Meminta Jabatan

وعن أبي هريرة قال : قال رسؤل االله صالي االله عليه ؤسلم : إنكم ستحر صو ن علي الاءمارة وستكو ن ند امة يو م ا لقيا مة فنعمت المر ضعة و بست الفا طمة. [ رواه البخاري ] ستحر صون علي  الاءمارة   الولاية   

            “Diriwayatkan dari Abu Hurairh r.a dia berkata,“ rasulullah SAW. bersabda                      “Sesungguhnya kamu sekalian sangat menginginkan kepemimpinan dan akan menjadi penyesalan di hari kiamat. Sesungguhnya kepemimpinan adalah kehidupan yang paling menyenangkan, tetapi membawa akibat yang paling jelek dalam kematian
( H.R. Al-Bukhari)[2]

      Dan dalam hadis lain juga disebutkan mengenai masalah imarah

عن عبد الر حمن بن سمر ة رضي الله عنه قال : قال النبي صلي الله عليه وسلم : يا عبدالر حمن بن سمر ة لا تسأ ل ا لاءمارة فا نك إن أ و تيتها عن مسأ لة و كلت إ ليها وإن أوتيتها عن غير مسهأ لة أ عنت عليها.[اخر جه البخا ري ]


      “Dari Abdurrahman bin samurah r.a, dia berkata, rasulullah SAW. Bersabda,” wahai Abdurrahman Bin Samurah, janganlah engkau meminta imarah ( jabatan ), karena jika engkau dimintai imarah dengan dasar permintaan, maka engkau akan menanggungnya sendiri. Jika engkau diserahi imarah bukan Karena permintaan, maka engkau akan ditolong untuk mengurusnya. Jika engkau bersumpah dengan suatu sumpah, lalu engkau melihat selainnya yang lebih baik lagi maka bayarlah denda sumpahmu dan lakukan pekerjaan yang lebih baik dari sumpah itu. ( H.R. Bukhari-Muslim)
Hadis ini diriwayatkan oleh bukhari (6622) dan muslim (3/1273-1274)

2.      Kajian Kebahasaan
a.       ( ستحر صون علي  ), merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan kecintaan jiwa manusia. Bila dikaitkan dengan kata (imarah) ini menunjukkan sifat manusia yang merupakan kecintaan terhadap kekuasaan
b.      (  الاءمارة), berarti (  الولاية) atau kekuasaan. Ahli bahasa yang lain mnejelaskan bahwa istilah ( ا لاءمارة) itu berbentuk muannas dalam lafaz, namun tidak dalam makna.

3.      Penjalasan Umum
            Hadits di atas menerangkan bahwa orang yang meminta jabatan kepemimpinan secara tamak dia akan ditinggalkan orang dan tidak mendapatkan dukungan mereka karena ketamakan atau kerakusannya. Hal ini karena orang yang memiliki sifat tamak dan rakus dalam hal ini adalah masalah kepemimpinan, dia akan melihat jabatan kepemimpinan sebagai lahan mata pencaharian untuk memperoleh apa yang diinginkannya.
            Kenyataan ini dilegitimasi oleh pernyataan hadis rasulullah saw yang dikeluarkan oleh abu daud dari abu hurairah  “barang siapa meminta (jabatan) untuk mengurusi permasalahan urusan orang-orang muslim kemudian dia memperolehnya, apabila keadilanya dapat mengalahkan ketidakjujurannya, maka baginya syurga, dan apabila ketidakjujurannya dapat mengalahkan keadilannya maka baginya neraka.”
            Apabila seseorang dianggap tidak mampu merealisasikan sikap yang akan membawa dirinya untuk memperoleh dukungan social dan pertolongan Allah yakni keadilan orang tersebut tidak layak untuk dijadikan pemimpin.

4.      Pemahaman Kandungan Hadits
            Ada beberapa pemahaman mengenai kandungan hadits diatas diantaranya adalah:
a.       Memberikan jabatan pemerintahan atau jabatan penting lainnya kepada orang yang tamak untuk memperolehnya.
b.      Tidak ada larangan bagi orang yang sanggup berlaku adil untuk mengajukan dirinya sebagai pemimpin yang akan mengurus permasalahan umat.
c.       Pertolongan allah dan dukungan umat akan datang kepada mereka (para pemimpin) yang bertekad untuk menegakkan keadilan.
d.      Berbagai masalah harus diserahkan kepada orang yang layak dan ahli dalam menyelesaikannya.

5.      Kekuatan Sanad Dan Matan
            Abu hurairah adalah Abdurahman Bin Shakha Al-Yamani Al-Dausi. Abu hurairah masuk islam pada tahun ke7 H. dia meriwayatkan hadits sebanyak 5374 hadits oleh karena itu dia termasuk sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Beliau wafat pada tahun 59 H dalam usia 78 tahun dan dimakamkan dimadinah.
            Abdurrahman Bin Samrah Bin Habib Bin Abd Syams Al-‘Absyiami Abu Sa’id adalah sahabat yang masuk islam pada hari penaklukan kota mekkah. Menurut satu pendapat namanya adalah abd talam dan pendapat lain menyangkalnya. Nabi saw menyebutnya abud ar-rahman. Dia tinggal di bashrah dan dialah yang mebuka atau menaklukkan sijistan, kabil, dan lain-lain. Abud ar-rahman juga termasuk sahabat yang mengikuti perang mutah. Dia meriwayatkan hadits dari mu’adz bin jabbal dan dari nabi saw. Adapun orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya, diantaranya adalah hibban bin umair, abd ar-rahman bin abi ya’la, hisban bin kahin, al-hasan bashri, abu lubaid lumazah, dan lain-lain. Abd rahman meninggal dunia pada tahun 50 H.

C.     KEWAJIBAN UNTUK TAAT KEPADA PEMIMPIN
1.      Dalil Mengenai Keharusan Taat Kepada Pemimpin
            Ketaatan kepada imam dan ulil amri itu tidak berdiri sendiri, tetapi bertaut dengan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul saw. (QS an-Nisa’ [4]: 59).
يا يهاالذين امنوااطيعواالله واطيعواالرسول واولى الامرمنكم فان تنازعتم في شيءفردوه الى الله والرسول ان كنتم تومنون باالله اليوم الاخر  ذ لك خيرواحسن تا ويلا
Artinya:
            wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul ( Muhammad ), dan ulul amri ( pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah ( Al-qur’an ) dan rasul ( sunahnya ), jika kamu beriman kepada Allah pada hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama ( bagimu) dan lebih baik akibatnya.
2.      Hadis Mengenai Keharusan Taat Kepada Pemimpin
Dan dalam hadis Rasul saw. Rasul saw. menegaskan:
السَّمْعُ وَالطَّاعَة عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لمَ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلا سَمْعَ وَلاَ طَاعَة
Artiny
            “Mendengar dan taat itu wajib atas seorang Muslim dalam apa saja yang dia sukai dan dia benci selama dia tidak diperintahkan bermaksiat. Jika diperintahkan bermaksiat maka dia tidak boleh mendengar dan taat” (HR al-Bukhari, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
            Jadi sudah jelas sekali dalam konteks ayat ini bahwa kita harus menurti perintah dari seorang pemimpin selama perintahnya itu tidak bertentangan dengan syariat islam, namun ketika pemimpin itu memnerikan perintah da perintahnya itu bertentangan dengan perintah Allah, maka kita setidaknya menegurnya, dan jika dengan teguran si pemimpin tidak mau menurutinya, maka dalam masa yang dewasa ini kita melakukan orasi sebagai masyarakat, namun tentu saja ketika kita melakukan orasi jangan sampai membuat kekacauan yang akan merugikan warga lain. Dan ketika kita sudah melakukan orasi dan belum juga ditanggapi oleh pemimpin yang zalim maka kita sebagai masyarakat yang mayoritasnya muslim bisa menggulingkan kepemimpinannya.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
            Jadi disini bisa kita ambil kesimpulan bahwa dimana jika seseorang yang haus akan kekuasaan dan kepemimpinan maka ia harus bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap apa yang dipimpin, dan dimana meminta suatu jabaan supaya ia terpilih menjadi seorang penguasa maka ia hanya akan menerima kenikmatan dunia namun itu akan menjadi hal yang paling jelek di kehidupan akhiratnya, namun jika ia dipilih oleh rakyat untuk menjadi seorang oemimpin maka Allah akan menolongnya, karena ketika seorang dipilih untuk menjadi seorang pemimpin maka itu berarti rakyat sudah percaya kepadanya dan dia termasuk orang yang terbaik diantara yang lainnya.
            Dan juga sebagai rayat kita juga dianjurkan dalam menaati seorang pemimpin, karena seorang pemimpin merupakan orang yang bertanggung jawab penuh akan kehidupan rakyatnya. Nanun itu berlaku apabila si pemimpin keluar dari syariat islam maka perintah dari seorang pemimpin itu tidak harus kita turuti.



DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Taufik.  2000. Hadis-Hadis Hukum. Bandung: Pustaka Setia.


[1] http://hizbut-tahrir.or.id/2014/11/01/akidah-islam-asas-pemerintahan-dan-ketaatan/
[2] Taufik rahman, hadis-hadis hukum, (bandung, pustaka setia, 2000). Hal. 203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lanta Mantika

Disana aku dilahirkan disana aku dibesarkan disana pula aku hidup dan beraktivitas. tapi.. semua telah berubah  ketika aku mu...