TUGAS MAKALAH
HADIS HUKUM KELUARGA
“IMARAH”
O
L
E
H
KELOMPOK 7
ZAHRATUL
AENI : 1502121378
ENDANG SAKINA WATI : 1502121396
JURUSAN AKHWAL AL SYAKSHIYAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2016-2017
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IMARAH
Imarah yang berarti keamiran yaitu
pemerintahan, pengertian ini tidak jauh berbeda dengan Imamah, hanya saja perbedaannya
ditinjau dari segi penggunaannya. Imarah merupakan sebutan untuk jabatan amir
dalam suatu Negara kecil yang berdaulat untuk melaksanakan pemerintahannya oleh
seorang amir.
Penggunaan
kata imarah ini pertama kalinya diberikan kepada khalifah ke-2 yaitu Umar bin
Khattab yang bergelar amirul
mukminin. Umar tidak mau menyebut
dirinuya sebagai khalifah. Umar mnyuruh agar mneyapa dia dengan sebutan amir al-mu’minin yang kemudian menjadi gelar standar dan umum digunakan untuk menyebut
khalifah-khalifah sesudahnya. Gelar amir berasal dari kata amara yang berarti memerintah. Dalam
bahasa Arab amir berarti seseorang yang memerintah, seorang komandan militer,
seorang gubernur provinsi, atau putra mahkota.
Pada
masa Dinasti Umayyah
gelar amir hanya digunakan untuk penguasa daerah propinsi yang juga disebut
wali (hakim, penguasa, pemerintah). Tugasnya pun mulai dibedakan dan didampingi
oleh pejabat yang diangkat. Pada masa Dinasti Abbasiyah, penguasa daerah atau
gubernur juga disebut amir. Umumnya tugas amir pada periode ini mengelola
pajak, mengelola administrasi urusan sipil, dan keuangan.
Pergantian kekuasaan dari Bani Umayyah ke tangan dinasti
Abbasiyah memunculkan satu fenomena baru yang belum pernah dikenal dalam
tradisi Islam sebelumnya. Fenomena tersebut terkait pergeseran konsepsi
mengenai makna Khalifah. Pada masa Umayyah para penguasa hanya menganggap
jabatan khalifah adalah jabatan politis semata, tanpa pretensi bahwa mereka
memiliki otoritas keagamaan sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Hal ini
dinyatakan dengan pemberian gelar kepada penguasa sebagai Khalifah
Rasulullah atau Amirul Mu’minin. Ketika kekuasaan ada pada tangan
Bani Abbasiyah konsepsi seputar khalifah bergeser menjadi wakil Tuhan di muka bumi
yang mengurusi masalah-masalah umat Islam secara keseluruhan. Kekuasaan
Khalifah dengan konsepsi yang baru ini menjadi tidak terbatas, karena mereka
merasa mendapatkan mandat dari Tuhan untuk berkuasa penuh atas kaum Muslim
Pada
awal pemerintahan Islam, masa Rasul SAW, al Khulafur Rasyidin, penguasa daerah disebut amir (pekerja,
pemerintah, gubernur). selama pemerintahan Islam di Madinah, para komandan
militer, komandan divisi militer disebut amir, yaitu amir al-jaisy atau amir al-jund.
Pada
masa Dinasti Umayyah
gelar amir hanya digunakan untuk penguasa daerah propinsi yang juga disebut
wali (hakim, penguasa, pemerintah). Tugasnya pun mulai dibedakan dan didampingi
oleh pejabat yang diangkat. Pada masa Dinasti Abbasiyah, penguasa daerah atau
gubernur juga disebut amir. Umumnya tugas amir pada periode ini mengelola
pajak, mengelola administrasi urusan sipil, dan keuangan.[1].
B.
LARANGAN
DALAM MEMINTA JABATAN
1.
Hadis
Mengenai Larangan Bagi Seseorang Dalam Meminta Jabatan
وعن أبي هريرة قال : قال رسؤل االله صالي االله عليه ؤسلم :
إنكم ستحر صو ن علي الاءمارة وستكو ن ند امة يو م ا لقيا مة فنعمت
المر ضعة و بست الفا طمة. [ رواه البخاري ] ستحر صون علي الاءمارة
الولاية
“Diriwayatkan dari Abu Hurairh r.a
dia berkata,“ rasulullah SAW. bersabda
“Sesungguhnya kamu
sekalian sangat menginginkan kepemimpinan dan akan menjadi penyesalan di hari
kiamat. Sesungguhnya kepemimpinan adalah kehidupan yang paling menyenangkan,
tetapi membawa akibat yang paling jelek dalam kematian
( H.R.
Al-Bukhari)[2]
Dan
dalam hadis lain juga disebutkan mengenai masalah imarah
عن عبد الر حمن بن سمر ة رضي الله عنه قال : قال النبي صلي
الله عليه وسلم : يا عبدالر حمن بن سمر ة لا تسأ ل ا لاءمارة فا نك
إن أ و تيتها عن مسأ لة و كلت إ ليها وإن أوتيتها عن غير مسهأ لة أ عنت عليها.[اخر
جه البخا ري ]
“Dari
Abdurrahman bin samurah r.a, dia berkata, rasulullah SAW. Bersabda,” wahai Abdurrahman
Bin Samurah, janganlah engkau meminta imarah ( jabatan ), karena jika engkau
dimintai imarah dengan dasar permintaan, maka engkau akan menanggungnya
sendiri. Jika engkau diserahi imarah bukan Karena permintaan, maka engkau akan
ditolong untuk mengurusnya. Jika engkau bersumpah dengan suatu sumpah, lalu
engkau melihat selainnya yang lebih baik lagi maka bayarlah denda sumpahmu dan
lakukan pekerjaan yang lebih baik dari sumpah itu. ( H.R. Bukhari-Muslim)
Hadis ini diriwayatkan oleh bukhari
(6622) dan muslim (3/1273-1274)
2.
Kajian
Kebahasaan
a. ( ستحر صون
علي ), merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan kecintaan
jiwa manusia. Bila dikaitkan dengan kata (imarah) ini menunjukkan sifat manusia
yang merupakan kecintaan terhadap kekuasaan
b. (
الاءمارة), berarti ( الولاية)
atau kekuasaan. Ahli bahasa yang lain mnejelaskan bahwa istilah ( ا
لاءمارة)
itu berbentuk muannas dalam lafaz, namun tidak dalam makna.
3.
Penjalasan
Umum
Hadits
di atas menerangkan bahwa orang yang meminta jabatan kepemimpinan secara tamak
dia akan ditinggalkan orang dan tidak mendapatkan dukungan mereka karena
ketamakan atau kerakusannya. Hal ini karena orang yang memiliki sifat tamak dan
rakus dalam hal ini adalah masalah kepemimpinan, dia akan melihat jabatan
kepemimpinan sebagai lahan mata pencaharian untuk memperoleh apa yang
diinginkannya.
Kenyataan
ini dilegitimasi oleh pernyataan hadis rasulullah saw yang dikeluarkan oleh abu
daud dari abu hurairah “barang siapa
meminta (jabatan) untuk mengurusi permasalahan urusan orang-orang muslim kemudian
dia memperolehnya, apabila keadilanya dapat mengalahkan ketidakjujurannya, maka
baginya syurga, dan apabila ketidakjujurannya dapat mengalahkan keadilannya
maka baginya neraka.”
Apabila
seseorang dianggap tidak mampu merealisasikan sikap yang akan membawa dirinya
untuk memperoleh dukungan social dan pertolongan Allah yakni keadilan orang
tersebut tidak layak untuk dijadikan pemimpin.
4.
Pemahaman
Kandungan Hadits
Ada
beberapa pemahaman mengenai kandungan hadits diatas diantaranya adalah:
a.
Memberikan
jabatan pemerintahan atau jabatan penting lainnya kepada orang yang tamak untuk
memperolehnya.
b.
Tidak
ada larangan bagi orang yang sanggup berlaku adil untuk mengajukan dirinya
sebagai pemimpin yang akan mengurus permasalahan umat.
c.
Pertolongan
allah dan dukungan umat akan datang kepada mereka (para pemimpin) yang bertekad
untuk menegakkan keadilan.
d.
Berbagai
masalah harus diserahkan kepada orang yang layak dan ahli dalam
menyelesaikannya.
5.
Kekuatan
Sanad Dan Matan
Abu
hurairah adalah Abdurahman Bin Shakha Al-Yamani Al-Dausi. Abu hurairah masuk
islam pada tahun ke7 H. dia meriwayatkan hadits sebanyak 5374 hadits oleh
karena itu dia termasuk sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Beliau
wafat pada tahun 59 H dalam usia 78 tahun dan dimakamkan dimadinah.
Abdurrahman
Bin Samrah Bin Habib Bin Abd Syams Al-‘Absyiami Abu Sa’id adalah sahabat yang
masuk islam pada hari penaklukan kota mekkah. Menurut satu pendapat namanya
adalah abd talam dan pendapat lain menyangkalnya. Nabi saw menyebutnya abud
ar-rahman. Dia tinggal di bashrah dan dialah yang mebuka atau menaklukkan
sijistan, kabil, dan lain-lain. Abud ar-rahman juga termasuk sahabat yang
mengikuti perang mutah. Dia meriwayatkan hadits dari mu’adz bin jabbal dan dari
nabi saw. Adapun orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya, diantaranya
adalah hibban bin umair, abd ar-rahman bin abi ya’la, hisban bin kahin,
al-hasan bashri, abu lubaid lumazah, dan lain-lain. Abd rahman meninggal dunia
pada tahun 50 H.
C.
KEWAJIBAN
UNTUK TAAT KEPADA PEMIMPIN
1.
Dalil
Mengenai Keharusan Taat Kepada Pemimpin
Ketaatan
kepada imam dan ulil amri itu tidak berdiri sendiri, tetapi bertaut dengan
ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul saw. (QS an-Nisa’ [4]: 59).
يا يهاالذين امنوااطيعواالله واطيعواالرسول واولى الامرمنكم فان تنازعتم في
شيءفردوه الى الله والرسول ان كنتم تومنون باالله اليوم الاخر ذ لك خيرواحسن تا ويلا
Artinya:
wahai
orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul ( Muhammad ), dan
ulul amri ( pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah ( Al-qur’an ) dan
rasul ( sunahnya ), jika kamu beriman kepada Allah pada hari kemudian. Yang
demikian itu, lebih utama ( bagimu) dan lebih baik akibatnya.
2. Hadis Mengenai Keharusan Taat Kepada Pemimpin
Dan dalam hadis
Rasul saw. Rasul saw. menegaskan:
السَّمْعُ وَالطَّاعَة عَلَى الْمَرْءِ
الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لمَ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا
أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلا سَمْعَ وَلاَ طَاعَة
Artiny
“Mendengar dan taat itu wajib atas
seorang Muslim dalam apa saja yang dia sukai dan dia benci selama dia tidak
diperintahkan bermaksiat. Jika diperintahkan bermaksiat maka dia tidak boleh
mendengar dan taat” (HR al-Bukhari, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Jadi
sudah jelas sekali dalam konteks ayat ini bahwa kita harus menurti perintah
dari seorang pemimpin selama perintahnya itu tidak bertentangan dengan syariat
islam, namun ketika pemimpin itu memnerikan perintah da perintahnya itu
bertentangan dengan perintah Allah, maka kita setidaknya menegurnya, dan jika
dengan teguran si pemimpin tidak mau menurutinya, maka dalam masa yang dewasa
ini kita melakukan orasi sebagai masyarakat, namun tentu saja ketika kita
melakukan orasi jangan sampai membuat kekacauan yang akan merugikan warga lain.
Dan ketika kita sudah melakukan orasi dan belum juga ditanggapi oleh pemimpin
yang zalim maka kita sebagai masyarakat yang mayoritasnya muslim bisa
menggulingkan kepemimpinannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi disini bisa kita ambil
kesimpulan bahwa dimana jika seseorang yang haus akan kekuasaan
dan kepemimpinan maka ia harus bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
dan terhadap apa yang dipimpin, dan dimana meminta suatu jabaan supaya ia
terpilih menjadi seorang penguasa maka ia hanya akan menerima kenikmatan dunia
namun itu akan menjadi hal yang paling jelek di kehidupan akhiratnya, namun
jika ia dipilih oleh rakyat untuk menjadi seorang oemimpin maka Allah akan
menolongnya, karena ketika seorang dipilih untuk menjadi seorang pemimpin maka
itu berarti rakyat sudah percaya kepadanya dan dia termasuk orang yang terbaik
diantara yang lainnya.
Dan
juga sebagai rayat kita juga dianjurkan dalam menaati seorang pemimpin, karena
seorang pemimpin merupakan orang yang bertanggung jawab penuh akan kehidupan
rakyatnya. Nanun itu berlaku apabila si pemimpin keluar dari syariat islam maka
perintah dari seorang pemimpin itu tidak harus kita turuti.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Taufik.
2000. Hadis-Hadis Hukum. Bandung: Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar